Sabtu, 3 April 2021, Kota Kupang sudah mulai dikunjungi oleh hujan yang sangat deras. Beberapa wilayah pesisir mulai mengalami banjir rob dan gelombang tinggi yang menghantam perahu dan rumah nelayan. Mati lampu berjamaah di beberapa wilayah di Kota Kupang mulai dari pukul 15.00 WITA. BMKG NTT merilis siaran pers yang berisikan informasi bahwa bibit Siklon Tropis 99S mulai terdeteksi di Laut Sawu, Nusa Tenggara Timur dan diprakirakan akan cenderung menguat dalam 24 jam ke depan dengan pergerakan menjauhi Indonesia.
Namun, walau pun pergerakannya akan menjauhi Indonesia, 24 jam sebelum berpindah, siklon ini dengan kencang menghantam kuat beberapa pulau yang ada di Nusa Tenggara Timur. Masyarakat dihimbau untuk waspada dan berhati-hati terhadap potensi cuaca ekstrem dan dampak yang bisa ditimbulkan seperti banjir, tanah longsor, banjir bandang, pohon tumbang, dll. Peringatan ini cukup terlambat, warga tidak siap untuk menghadapi 24 jam mencekam yang akan datang.
Kabar dari Lembata datang duluan. Hujan yang turun lebih dari 12 jam dari hari Sabtu, 23 April 2021 sampai Minggu, 4 April 2021 mengakibatkan banjir lumpur dari Gunung Ile Lewotolok meluap sampai ke pemukiman warga. Beberapa warga hilang karena terbawa banjir dan kemungkinan dihantam oleh banjir lumpur dan batu-batu besar. Kondisi di Minggu, 4 April 2021 semakin menakutkan. Beberapa lokasi di Nusa Tenggara Timur mengalami kerusakan parah.
Banjir yang semakin besar, gelombang tinggi yang sampai ke jalan dan perumahan nelayan, jembatan putus, mati lampu, atap beterbangan, rumah roboh, dll. Pukul 22.48 warga kota Kupang mulai merasakan badai, gereja-gereja dipenuhi oleh beberapa warga yang dari sore rumahnya sudah lenyap ditelan badai. Pukul 01.00 sampai 05.00 WITA adalah mimpi buruk bagi kami semua. Mengingatnya saja masih membuat merinding dan ketakutan. Ini badai pertama sepanjang sejarah saya hidup. Gelap mencekam, suara hujan dan angin kencang di luar berburu bersama suara atap rumah. Beradu kencang. Kami bahkan tidak bisa mendengar jika ada yang berteriak minta tolong.
Setelah melewati dahsyatnya badai dari pukul 01.00 – 05.00 WITA, kami bangun menatap semua barang berharga yang entah jadi apa di luar sana. Sampai saat ini, masih terekam dengan jelas suara atap beradu dengan bunyi angin dan hujan dalam cekaman kegelapan. Beberapa bersyukur, ada tangan yang bisa digenggam erat. Setidaknya mengurangi rasa takut. Ada yang harus kuat, saaat sisi atap mulai terbang naik dan mengekspos isi rumah dengan nyata. Beberapa menangis kehilangan sanak saudara, rumah, ternak, hal-hal yang disayang.
Sepanjang jalan, bangunan rusak, pohon-pohon tertidur menutupi jalan bertindihan dengan tiang listrik, kabel-kabel putus dan tergantung bebas ke jalanan, dan orang-orang bekerja keras menimbulkan bunyi palu yang bersahut-sahutan di tengah puing-puing. Kota ini akan gelap beberapa hari, namun situasi sudah semakin baik saat ini. Rumah-rumah mulai dialiri listrik kembali, walaupun jaringan masih belum stabil. Oh yah, kamu bisa mencium aroma ‘hijau’ dari pohon-pohon yang tumbang saat selesai badai. Sekarang, gotong royong dilakukan di tiap sudut kota, merapikan pohon-pohon yang menutup akses dan jalan.
Kota ini sedang berbenah. Masih banyak yang perlu dibantu dan belum terekspos. Bantuan masih terus dibutuhkan, tidak hanya uang, sembako, namun juga bantuan bagi jiwa yang lemah dan doa. Badai meninggalkan kenang-kenangan dan ketakutan yang buruk tidak hanya di Kota Kupang tapi di kota lain di Nusa Tenggara Timur.
___
Mariana Yunita H. Opat atau yang akrab disapa Tata dan dikenal sebagai perempuan timor di dunia maya. Sibuk di salah satu LSM lokal kota Kupang dan mengurus komunitas remaja yang fokus di isu Hak Kesehatan Seksual dan Reproduksi. Cinta pangan lokal, buku, dan segala bentuk karya seni.