Invasi Indonesia terhadap Timor Timur terjadi sejak tahun 1975 - 1999. Selama masa invasi dan pendudukan militer di Timor Timur, berbagai bentuk pelanggaran hak asasi manusia secara masif terjadi. Kemunculan konflik di Timor Timur terjadi karena kesadaran dan proses demokrasi yang berkembang seiring dengan perlakuan yang tidak adil akan pembagian sumber daya alam, kebijakan ekonomi yang tidak tepat, pelanggaran HAM, dan berbagai perlakuan diskriminatif yang dilakukan oleh pemerintah Indonesia.
Bahkan pada masa awal pendudukan, Militer Indonesia dinilai telah melakukan pelanggaran HAM berat yang mengakibatkan tewasnya masyarakat sipil sekitar 200.000 orang. Pelanggaran ini termasuk pembunuhan secara acak, kelaparan, pemenjaraan tanpa hukum, pemerkosaan, serta pemindahan secara paksa. Setelah upaya negosiasi dan diplomasi yang melibatkan banyak aktor internasional, akhirnya pada tahun 1999 Timor Leste resmi merdeka dari Indonesia melalui referendum.
24 Tahun pasca referendum menyisakan residu konflik Timor Timur. Masih banyak kasus yang belum selesai bahkan setelah kemerdekaan Timor Leste. Salah satu kasusnya adalah pemindahan secara paksa anak-anak pada periode konflik ke beberapa wilayah di Indonesia masih menyisakan permasalahan. Anak-anak tersebut (Stolen Children/Labarik Lakon) yang sekarang sudah dewasa menghadapi permasalah-permasalahan baru di wilayah tempat mereka tinggal. Diskriminasi, ketidaksejahteraan, tidak adanya jaminan kesehatan, dan status keluarga di Timor Leste yang tidak jelas merupakan permasalahan utama yang hingga sekarang masih mereka hadapi.
Sejak 2013 hingga 2023, AJAR dan Kontras Sulawesi terus melakukan pendokumentasian dan pencarian anak-anak yang dibawah ke Indonesia pada periode konflik. Sejauh ini telah mendata 85 orang sebagai anak yang dipindahkan dari Timor Leste ke Indonesia. Mereka terdiri dari 12 perempuan dan 73 laki-laki, yang tersebar di 25 kota dan kabupaten di 5 provinsi dan telah berkeluarga di Indonesia.
Rangkaian kegiatan NAHEBITI 2023 yang bertempat di Rumata` Art Space dimulai dengan mengajak publik untuk terlibat mendengarkan kesaksian para korban terkait pelanggaran HAM yang dialaminya. Kemudian dilanjutkan dengan mendiskusikan produk pengetahuan dalam bentuk diskusi buku yang dipublikasi oleh KontraS Sulawesi bekerja sama dengan AJAR agar publik lebih memahami konteks peristiwa, sejarah hingga situasi terkini para korban.
Para Labarik Lakon dan keluarganya mengambil peran yang strategis dalam menceritakan kisah hidup mereka melalui keterhubungannya dengan karya seni. Karya tersebut berupa video, foto, dan lukisan. Karya diatur secara tematik dan publik dipandu untuk berkenalan dengan isu Stolen Children. Agenda terakhir NAHEBITI 2023 diramu dalam bentuk hiburan dengan mengusung tema pesta kampung timor. Diharapkan dalam agenda ini dapat memperkuat kembali rasa kekeluargaan dari sesama Labarik Lakon sekaligus menjadi ajang nostalgia dengan kebudayaan Timor dengan harapan mendekatkan Labarik Lakon dengan tanah kelahirannya.
Menjadi harapan besar dalam kegiatan NAHEBITI 2023 terbangun dialog dan konsolidasi antar labarik lakon serta membuka ruang diseminasi informasi, publikasi produk pengetahuan dan advokasi stolen children ke khalayak umum. Untuk itu, dalam kegiatan NAHEBITI 2023 ini beragam agenda dirancang untuk memerikan ruang bagi labarik lakon dan publik untuk saling bertemu, memahami dan mengenali isu pelanggaran HAM masa lalu yang pernah terjadi.
Rumata’ ArtSpace adalah rumah budaya yang resmi berdiri 18 Februari 2011, dijalankan secara independen dengan pendanaan yang sebagian besar berasal dari sumbangan publik. Selain menawarkan fasilitas yang bisa diakses secara luas khususnya bagi seniman dan komunitas di Makassar, Rumata’ dikenal dengan program-program unggulan yang telah menjadi bagian penting pengembangan kebudayaan dan kesenian, antara lain Makassar International Writers Festival (MIWF) dan SEAScreen Academy. Ratusan seniman dan relawan telah terlibat dalam berbagai kegiatan di Rumata’ dan ribuan pengunjung telah mengikuti berbagai kegiatan Rumata’. Perluasan kerjasama, peningkatan kualitas kegiatan dan upaya melebarkan jangkauan audiens adalah tiga hal mendasar yang akan terus dikerjakan Rumata’ Artspace.
Rumata’ ArtSpace is a cultural institution officially established on the 18thof February 2011. It operates independently and receives most of its funding from public donations. Apart from offering facilities that can be widely accessed, especially by artists and the Makassar community, Rumata’ is famous for its featured programs which have become an important part of cultural and artistic development, for example the Makassar International Writers Festival (MIWF) and SEAScreen Academy. Hundreds of artists and volunteers have participated in various activities at Rumata’ and thousands of visitors have also got involved. The three objectives that Rumata’ ArtSpace will continue to strive for are extending its collaborations, increasing the quality of its activities and growing its audience.
Jika ada saran, masukan dan informasi yang perlu kami ketahui, Anda dapat mengunjungi Rumata' ArtSpace dan menghubungi email serta nomor telefon yang tertera:
Jl. Bontonompo No.12A, Gn. Sari, Tamalate, Kota Makassar, Sulawesi Selatan 90221. Indonesia