Oleh Julia Prendergast dan Evelyn Lee
Mari kita mulai dengan memperkenalkan diri kami. Kami berdua adalah Julia Prendergast dan Evelyn Lee. Julia adalah dosen senior bidang penulisan kreatif di Universitas Swinburne, Melbourne, Australia. Evelyn adalah seorang mahasiswa S1 tingkat akhir di bidang Penulisan Kreatif dan Sastra di universitas yang sama. Swinburne sangat senang dapat bermitra dengan Makassar International Writers Festival (MIWF) untuk memberikan kesempatan magang internasional bagi para mahasiswa. Kerja sama ini dimulai tahun 2022.
Julia:
Bagaimana kemitraan ini berkembang?
Saya sangat senang bekerja dengan Janet de Neefe, Direktur Ubud Writers and Readers Festival (UWRF) selama bertahun-tahun. Kami mengembangkankemitraan antara Australasian Association of Writing Programs (AAWP), badan yang mengatur kerja sama Penulisan Kreatif di Australasia dan UWRF. Di kerjasama ini, kami menawarkan dua penghargaan: satu untuk penulis pemula dan satu untuk penerjemah. Dalam beberapa tahun terakhir, saya telah bekerja dengan Janet (dan timnya yang luar biasa), mengembangkan kemitraan dengan Universitas Swinburne, mendukung mahasiswa yang diterima sebagai bagian dari tim festival UWRF, sebagai peserta magang internasional.
Pada akhir tahun 2021, Janet memperkenalkan saya kepada Lily Yulianti Farid, Direktur Makassar International Writers Festival (MIWF), dengan visi untukmengembangkan kemitraan pada hal serupa dengan Swinburne. Kesepakatan ini menghasilkan kegiatan magang untuk Evelyn, yang proses seleksinya dilakukan berdasarkan pada penilaian 'Ekspresi Minat' yang kompetitif. Keberhasilan Evelyn dalam mendapatkan kegiatan magang ini tidak sedikit karena profesionalisme dan dedikasinya dalam peran magang lainnya, seperti UWRF dan Australian Short Story Festival (ASSF).
Evelyn akan menghadiri Makassar International Writers Festival (MIWF) pada 23-26 Juni 2022 dan akan membantu di tiga panel berbahasa Inggris dalam program MIWF. Perluasan program magang formal ini mengilustrasikan alasan rasional dari komitmen Swinburne untuk mendorong peluang Work Integrated Learning—sehingga para mahasiswa dapat membangun jaringan profesional mereka sendiri.
Dalam sebuah artikel singkat (Prendergast 2021), Julie menawarkan pertanyaan mendasar: Apa gunanya merancang dan menjalankan kurikulum jika tidakdiperkaya oleh pengalaman sendiri: oleh beragam hal yang menginformasikan situasi sosial di sekitar kita? Saya bangga menyaksikan bagaimana Evelyn merangkul peluang untuk pengembangan profesional "kehidupan nyata", dalam konteks studi akademis dan kreatifnya di Bidang Kepenulisan. Dalam Memanfaatkan peluang ini, dan berjuang untuk keunggulan dalam melaksanakan tugas yang ditentukan, Evelyn menanggapi premis saya untuk bertindak: 'Saya bertujuan untuk mendorong mahasiswa untuk berpikir tentang secara kritis, kemungkinan menghasilkan cara pengetahuan tertentu dan cabangpengetahuan tertentu' (Prendergast: 2021).
Evelyn:
Kemitraan antara Swinburne dan Makassar International Literary Festival (MIWF), memberikan kesempatan bagi saya untuk berkontribusi dalam diskusi kritis terkait dengan upaya para penulis Indonesia di Australia melalui penulisan kreatif dan inisiatif penerjemahan. Proses mengajukan pertanyaan dan merenungkan "cara berpikir" tertentu telah menginformasikan kontribusi saya untuk sebuah 'komunitas praktik' internasional (Prendergast: 2021). Peran Julia dalam pertukaran antara Swinburne dan MIWF ini telah memberi saya kepercayaan diri untuk terlibat dan menginterogasi dialog kritis, dan untuk memperluas jejaring profesional bagi saya.
Saya merasa beruntung memiliki kesempatan untuk magang di MIWF. Saya berterima kasih atas kemurahan hati tim MIWF dan mereka yang terlibat dalam Portside Review (Isu 5). Saya juga berterima kasih kepada Julia, atas peran integralnya dalam memperjuangkan siswa dan memfasilitasi koneksi dan pertukaran seperti ini.
Magang berlangsung selama 10 minggu dari 21 Maret - 27 Mei 2022. Penelitian Saya mengeksplorasi bagaimana kegiatan sastra dan penerjemahan dapat memfasilitasi jembatan budaya antara seniman dan praktisi industri Indonesia dan Australia. Lebih khusus lagi, saya mempertanyakan potensi jurnal sastra Australia untuk mendorong visibilitas yang lebih besar bagi penulis Indonesia—menghormati kolaborasi lintas budaya yang membumi, serta mempromosikan dan menganeka-ragamkan suara Indonesia di penerbitan Australia. Saya meneliti tentang Portside Review (PR), sebuah jurnal sastra internasional digital yang berbasis di Perth, Australia Barat, dengan menyoroti edisi terbaru jurnalini sebagai contoh pertukaran lintas-budaya bagi penulis Indonesia dan Australia Dan pelaku industri. Saya juga tertarik pada isu keberlanjutan (sustainability), mempertimbangkan bagaimana kita dapat mengupayakan umur panjang dalam penerjemahan lintas budaya dan inisiatif sastra, dan mendukung penulis Indonesia dalam memperkenalkan karya mereka di kancah sastra Australia yang berkembang pesat. Penelitian ini sejalan dengan tema MIWF 2022: Awakening.
PR adalah inisiatif publikasi 'Centre For Stories' (Perth, Australia Barat). Mereka menerbitkan puisi, cerita pendek, ulasan, esai, fotografi, dan percakapan dari pulau-pulau besar dan kepulauan di Samudra Hindia. Edisi kelima dan terbaru PR, yang diterbitkan pada Maret 2022, berfokus pada bilingualisme: merayakan karya enam belas penulis Indonesia. Karya-karya tersebut sangat erat kaitannya dengan tema identitas, spiritualitas, perang, dinamika keluarga, tempat dan kepemilikan, dan telah diterbitkan dalam Bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris.
Saya bersyukur atas kesempatan wawancara sejumlah orang yang memainkan peran penting dalam kerja sama ini—Robert Wood: Redaktur Pelaksana; Rain Chudori: Editor Tamu; Sebastian Partogi: Penerjemah; dan AwiChin: Penulis. Terima kasih kepada setiap orang yang meluangkan waktu untuk berbicara dan berbagi pikiran dengan saya.
Dari percakapan-percakapan ini saya belajar bahwa filosofi inti jurnal ini adalah untuk mengukir ruang bagi para penulis untuk mengeksplorasi pengalaman identitas budaya, etnis, dan keyakinan—dibebaskan dari konsep tradisional tentang nasionalisme atau 'Indonesia-isme'. Edisi kelima Portside Review ini mengajak kita untuk menghormati Indonesia sebagai salah satu negara kepulauan yang paling beragam secara budaya, bahasa, dan agama di dunia.
Diskusi tentang keberlanjutan juga terjadi. Hal-hal ini dibentuk oleh tiga dialog:
1. Pentingnya jaringan dan lembaga dalam membantu penulis Indonesia mempertahankan ikatan jangka panjang dengan kancah sastra Australia;
2. Pentingnya memperjuangkan dialog dan koneksi di seluruh jaringan 'non-sastra';
3. Akhirnya, merenungkan diskusi sebelumnya: pentingnya memperjuangkan inisiatif yang merayakan “keaslian” yang memperkaya pertukaran sastra Indonesia-Australia.
Julia dan Evelyn:
Peluang yang dapat diberikan oleh para akademisi di Universitas Swinburne bagi mahasiswa dimungkinkan oleh visi yang luas—sikap terbuka dan komitmen para pemimpin Komunitas Seni transkultural, seperti Lily Yulianti Farid dan Janet de Neefe.
__
Referensi:
Prendergast 2021, 'Apa gunanya?' in NiTRO: Hasil Penelitian Non Tradisional, Vol. 37 (Agustus 2021)
Biodata Penulis:
Julia Prendergast adalah seorang penulis cerita pendek dan novel, yang tinggal dan bekerja di Melbourne, Australia. Novel Julia, The Earth Does Not Get Fat, diterbitkan pada 2018 dan masuk daftar panjang Penghargaan Buku Indie untuk fiksi karya pertama. Cerpen-cerpennya telah diterbitkan di berbagai media—yang terbaru: 'Contrapuntal' terpilih untuk Penghargaan Rachel Funari untuk fiksi. Juga: Lightship Anthology International Short Story Competition (UK), Ink Tears International Short Story Competition (UK), Glimmer Train International Short Story Competition (AS), Séan Faoláin International Short Story Competition (IE), TEXT, Elizabeth Jolley Prize, Josephine Hadiah Ulrick(AU). Kumpulan cerita pendek Julia akan segera terbit (Oktober 2022).
Julia adalah Ketua Australasian Association of Writing Programs (AAWP), badan akademik puncak yang mewakili disiplin Penulisan Kreatif di Australasia. Dia adalah Dosen Senior dan Koordinator Jurusan Penulisan Kreatif di Universitas Swinburne. Julia adalah peneliti produktif, yang antusias pada penelitian transdisipliner, terbuka, dan kolaboratif, dengan minat khusus pada pendekatan neuro psikoanalitik untuk menulis dan kreativitas.Penelitiannya telah dipublikasikan di berbagai penerbitan termasuk New Writing (UK), TEXT (AU), Otoritas Saksi Kesaksian: Politik dan Puisi Pengalaman(Inggris Raya).
Evelyn Lee mahasiswa S1 tahun terakhir yang belajar Penulisan Kreatif dan Sastra di Universitas Swinburne, Melbourne. Dia senang menulis fiksi pendek
By Julia Prendergast and Evelyn Lee
Let us begin by introducing ourselves. We are Julia Prendergast and Evelyn Lee. Julia is a Senior Lecturer in Writing at Swinburne University (Melbourne: Australia). Evelyn is an undergraduate student, studying Creative Writing and Literature at Swinburne. Swinburne is delighted to partner with Makassar Literary Festival, to provide international internship opportunities for students.
Julia:
How did this partnership develop?
I’ve had the great pleasure of working with Janet de Neefe, Director of Ubud Writers and Readers Festival (UWRF), for many years. We developed a partnership between the Australasian Association of Writing Programs (AAWP), the peak academic body representing the discipline of Creative Writing in Australasia, and UWRF. We offer two prizes: one for emerging writers, and one for translators. In recent years, I’ve worked with Janet (and her wonderful team), developing a partnership with Swinburne University, supporting students who are welcomed as part of the UWRF festival team, as international interns.
At the end of 2021, Janet introduced me to Lily Yulianti, Director of the Makassar Literary Festival, with a vision for developing a similar partnership with Swinburne. This resulted in an internship for Evelyn, secured through a competitive ‘Expression of Interest’ process. Evelyn’s success in securing this internship was due, in no small part, to her professionalism and dedication in other internship roles, such as UWRF and the Australian Short Story Festival (ASSF).
Due to Lily’s generosity, Evelyn will attend the Makassar Festival: 23-26 June2022. Evelyn will assist with the three English speaking panels in the festival program. This expansion of the formal internship illustrates the rationale for Swinburne’s commitment to fostering Work Integrated Learning opportunities—so that students can build their own professional networks.
In a short article (Prendergast 2021), I ask—'What’s the point of being tasked with designing and delivering curriculum if it is not informed by my practice: by the diverse intersections that inform my social situatedness? I am deeply heartened by the way Evelyn embraces opportunities for “real life” professional development, within the context of her academic and creative studies in Writing. In seizing these opportunities, and striving for excellence in executing designated tasks, Evelyn responds to my premise for action: ‘I aim to encourage undergraduate students to think about the way a particular way-of-asking, might generate a particular way-of-knowing and, indeed, a particular branch-of-knowledge’ (Prendergast: 2021).
Evelyn:
The partnership between Swinburne and Makassar International Literary Festival (MIWF), provided an opportunity for me to contribute to critical discussion relating to the championing of Indonesian writers in Australia, through creative writing and translation initiatives. The process of posing questions and reflecting upon particular “ways-of-thinking” has informed my contribution to an international ‘community of practice’ (Prendergast: 2021). Julia’s facilitation of this exchange between Swinburne and MIWF has given me the confidence to engage with and interrogate critical dialogues, and to expand my reach through professional networking.
I feel fortunate to have had the opportunity to undertake an internship withMIWF. I am thankful for the generosity of the MIWF team and those involved in Portside Review (PR), Issue 5. I am also grateful for Julia, for her integral role in championing students and facilitating connections and exchanges, such as this.
The internship took place across 10 weeks: from 21 March - 27 May, 2022. My research explored the way that literary and translation activities might facilitate cultural bridges between Indonesian and Australian artists and industry practitioners. More specifically, I questioned the potential for Australian literary journals to foster greater visibility for Indonesian writers—honouring earthed, cross-cultural collaboration, as well as promoting and diversifying Indonesian voices, in Australian publishing. I placed a spotlight on Portside Review (PR), a digital international literary journal based in Perth, Western Australia, calling attention to the journal’s most recent issue as an exemplar of cross-cultural exchange between Indonesian and Australian artists, and industry experts. I also took an interest in sustainability, considering how we might foster longevity in cross-cultural translation and literary initiatives, and bolster Indonesian writers in maintaining ties with Australia’s thriving literary scene. This research aligns with MIWF’s 2022 theme: Awakening.
PR is a publication initiative of ‘Centre For Stories’ (Perth, Western Australia). They publish poems, short stories, reviews, essays, photography and conversations from major islands and archipelagos across the Indian Ocean. PR’s fifth and most recent issue, published in March 2022, is focused on bilingualism: celebrating the work of sixteen Indonesian writers. The works engage intimately with themes of identity, spirituality, war, family dynamics, place and belonging, and have been published in both Bahasa Indonesian and English.
I am grateful for the opportunity to have engaged with several individuals who played an integral role in this issue—Robert Wood: Managing Editor; Rain Chudori: Guest Editor; Sebastian Partogi: Translator; and Awi Chin: Writer. Thank you to each of these people, who were generous enough to make time to speak with me.
From these conversations, I learned that the journal’s core philosophy is to carve space for the writers to explore experiences of cultural and ethnic identity,and faith—liberated from traditional conceptions of nationalism or ‘Indonesian-ism’. Issue five calls for an honouring of Indonesia as one of the most culturally, linguistically, and religiously diverse archipelagos in the world.
Discussions about sustainability also took place. These were shaped by three dialogues:
1. The importance of industry networks and organisations in assisting Indonesian writers to maintain long-term ties to Australian literary culture;
2. The importance of championing dialogues and connections across ‘non-literary’ networks;
3. Finally, reflecting on prior discussion: the importance of championing initiatives that celebrate authenticity, and thereby diversify Indonesian-Australian literary exchanges.
Julia and Evelyn:
The opportunities that Swinburne University academics are able to provide for students is made possible by the expansive vision—the deep and abiding generosity—of transcultural Arts’ Community leaders, such as Lily Yulianti and Janet de Neefe.
__
Works cited:
Prendergast 2021, ‘What’s the point?’ in NiTRO: Non Traditional Research Outcomes, Vol. 37 (August 2021)
Author Bios:
Julia Prendergast is a writer of short and long-form fiction. She lives and works in Melbourne, Australia, on unceded Wurundjeri land. Julia’s novel, The Earth Does Not Get Fat, was published in 2018 and longlisted for the Indie Book Awards for debut fiction. Her short stories have been recognised and published—most recently: ‘Contrapuntal’ was shortlisted for the Rachel FunariPrize for fiction. Also: Lightship Anthology International Short Story Competition (UK), Ink Tears International Short Story Competition (UK), Glimmer Train International Short Story Competition (US), Séan Ó FaoláinInternational Short Story Competition (IE), TEXT, Elizabeth Jolley Prize, Josephine Ulrick Prize (AU). Julia’s short story collection is forthcoming (October 2022).
Julia is Chair of the Australasian Association of Writing Programs (AAWP), the peak academic body representing the discipline of Creative Writing in Australasia. She is Senior Lecturer and Discipline Coordinator at Swinburne University. Julia is a practice-led researcher—an enthusiastic supporter of transdisciplinary, open and collaborative research practices, with a particular interest in neuropsychoanalytic approaches to writing and creativity. Her research has appeared in various publications including New Writing (UK), TEXT (AU), Testimony Witness Authority: The Politics and Poetics of Experience (UK).
Evelyn Lee is in her final year, studying Creative Writing and Literature at Swinburne University, Melbourne. She enjoys writing short fiction.
Rumata’ ArtSpace adalah rumah budaya yang resmi berdiri 18 Februari 2011, dijalankan secara independen dengan pendanaan yang sebagian besar berasal dari sumbangan publik. Selain menawarkan fasilitas yang bisa diakses secara luas khususnya bagi seniman dan komunitas di Makassar, Rumata’ dikenal dengan program-program unggulan yang telah menjadi bagian penting pengembangan kebudayaan dan kesenian, antara lain Makassar International Writers Festival (MIWF) dan SEAScreen Academy. Ratusan seniman dan relawan telah terlibat dalam berbagai kegiatan di Rumata’ dan ribuan pengunjung telah mengikuti berbagai kegiatan Rumata’. Perluasan kerjasama, peningkatan kualitas kegiatan dan upaya melebarkan jangkauan audiens adalah tiga hal mendasar yang akan terus dikerjakan Rumata’ Artspace.
Rumata’ ArtSpace is a cultural institution officially established on the 18thof February 2011. It operates independently and receives most of its funding from public donations. Apart from offering facilities that can be widely accessed, especially by artists and the Makassar community, Rumata’ is famous for its featured programs which have become an important part of cultural and artistic development, for example the Makassar International Writers Festival (MIWF) and SEAScreen Academy. Hundreds of artists and volunteers have participated in various activities at Rumata’ and thousands of visitors have also got involved. The three objectives that Rumata’ ArtSpace will continue to strive for are extending its collaborations, increasing the quality of its activities and growing its audience.
Jika ada saran, masukan dan informasi yang perlu kami ketahui, Anda dapat mengunjungi Rumata' ArtSpace dan menghubungi email serta nomor telefon yang tertera:
Jl. Bontonompo No.12A, Gn. Sari, Tamalate, Kota Makassar, Sulawesi Selatan 90221. Indonesia