Rumata’ ArtSpace berkolaborasi dengan Museum HAM Munir, Makassar International Writers Festival (MIWF), Kurawal Foundation dan komunitas-komunitas seperti Ritus Street, Bill Art Department dan Madama Radio menyelenggarakan “Diskusi dan Peluncuran Buku, “Mencintai Munir” karya Suciwati Munir, isteri Munir dan pegiat HAM pada 8 Oktober 2022 lalu. Diskusi ini menjadi pijakan penting bagi reproduksi energi, pengetahuan dan wawasan kawan-kawan muda untuk terus membicarakan HAM hari ini. Selain narasumber diskusi yakni, Suciwati Munir, Haris Azhar, Riri Riza yang dimoderatori oleh Aan Mansyur, panggung malam bertajuk “Teruslah Bersuara” dimeriahkan bersama HAS, Fictive Order, Grill dg. Lopo, Jasmine Risach dan Jinan Lakeisha.
Kegiatan-kegiatan lain yang ingin kami informasikan melalui newsletter bulan Oktober ini adalah Flobamora Film Festival yang mengunjungi Rumata’ ArtSpace dalam kegiatan menonton bersama dua film dari NTT. Selain itu, ada lokakarya penulisan kesenirupaan KAMIS oleh Alif Aflah Yafie, kabar perjalanan film “Sahara” yang difasilitasi oleh SEAScreen Academy 2018, dan Nonton Bareng Temuan Mikroplastik di Sungai Jeneberang Hingga Revolusi Popok oleh relawan Nirsampah, serta artikel update dari Ilda Karwayu perihal program #BakuBantu dengan Festival Sastra Banggai pada tanggal 24 - 27 November mendatang.
Kami akan sangat senang bila Anda bersedia menjadi kontributor untuk mengirimkan tulisan, ulasan, atau bahkan kritik mengenai seni dan budaya Indonesia, terutama Indonesia Timur. Kami percaya bahwa keberagaman perspektif itu adalah salah satu kemewahan yang dapat kita lahirkan terus menerus.
Rachmat Mustamin
Direktur Program dan Kemitraan Rumata’ ArtSpace
Tim Newsletter Rumata' ArtSpace:
Koordinator: Rachmat Hidayat Mustamin
Kontributor Bulan Oktober 2022: Tim Rumata', Agus Citra Sasmita, Andi Nurul Sri Utami, Abdussalam Syukri, Ilda Karwayu, Imam Khomeiny, Ach. Hidayat Alsair, Alif Aflah Yafie, Zhaddam Aldhy Nurdin, Nabila Indira Idris, Relawan Nirsampah, Ifdhal Ibnu
Penerjemah: Edan Runge & Abdussalam Syukri
On October 8, 2022, Rumata' ArtSpace collaborated with Munir's Human Rights Museum, Makassar International Writers Festival (MIWF), Kurawal Foundation and communities such as Ritus Street, Bill Art Department and Madama Radio to organize a “Discussion and Book Launch of “Loving Munir” by Suciwati Munir, Munir's wife and human rights activist. This discussion was an important step to increase the motivation, knowledge and insight for the younger generations to continue to talk about human rights today. In addition to the discussion speakers, namely Suciwati Munir, Haris Azhar, Riri Riza, and moderator Aan Mansyur, the evening event titled “Keep Your Voice” was enlivened with HAS, Fictive Order, Grill dg. Lopo, Jasmine Risach and Jinan Lakeisha.
Other activities that we would like to inform readers about through this October newsletter are the Flobamora Film Festival which visited Rumata' ArtSpace to present two films from NTT together. In addition, there is news on an art writing workshop called KAMIS by Alif Aflah Yafie, news about the film "Sahara" (Songs of the Sahara) facilitated by SEAScreen Academy 2018, and the Group Viewing of Discovery of Microplastics in the Jeneberang River and the Diaper Revolution by the Nirsampah volunteers, as well as updated articles from Ilda Karwayu regarding the #BakuBantu program with Banggai Literary Festival on 24 - 27 November.
We will be very happy if you are willing to be a contributor to submit writing, reviews, or even criticisms about Indonesian arts and culture, especially Eastern Indonesia. We believe that the diversity of perspectives is something we can always offer.
Rachmat Mustamin
Rumata' ArtSpace Director of Programs and Partnership
Newsletter's team of Rumata' ArtSpace:
Coordinator: Rachmat Mustamin
Rumata' ArtSpace Newsletter Team:
Coordinator: Rachmat Mustamin
Contributors October 2022: Rumata's team, Agus Citra Sasmita, Andi Nurul Sri Utami, Abdussalam Syukri, Ilda Karwayu, Imam Khomeiny, Ach. Hidayat Alsair, Alif Aflah Yafie, Zhaddam Aldhy Nurdin, Nabila Indira Idris, Relawan Nirsampah, Ifdhal Ibnu
Translator: Edan Runge & Abdussalam Syukri
Mendiang Munir Said Thalib seolah tak habis-habisnya untuk diulas dalam buku. Tak cuma tentang perjuangan, tapi juga komitmennya untuk mencari keadilan bagi orang-orang tertindas. Kali ini, giliran sang istri yakni Suciwati yang ingin mengajak pembaca mengenal lebih dekat aktivis HAM kelahiran Surabaya itu dalam buku "Mencintai Munir."
Suciwati berkesempatan membagi cerita di balik penggarapan buku terbitan Museum HAM Munir tersebut di Makassar, dalam diskusi yang dihelat oleh Rumata' Artspace pada hari Sabtu (8/10/2022). Acara tersebut juga bertepatan dengan peringatan 18 tahun meninggalnya Munir.
The life of the late Munir Said Talib seems always to be reviewed in books. Not only his struggle, but also his commitment to seek justice for oppressed people. This time, it’s the turn of his wife, Suciwati, who wanted to invite readers to know more about the Surabaya-born human rights activist in the book "Loving Munir."
Suciwati had the opportunity to share the story behind the production of the book published by the Munir Human Rights Museum in Makassar, in a discussion held by Rumata' Artspace on Saturday (8/10/2022). The event also coincided with the 18th anniversary of Munir's death.
Flobamora Film Festival melangkah setahap lagi. Komunitas Film Kupang (KFK), sebagai inisiator dari festival tersebut, mengambil langkah untuk menggandeng salah satu komunitas seni di Makassar, yakni Rumah Budaya Rumata’. KFK dan Rumata terjadwal akan melakukan crowdfunding atau penggalangan dana bersama, melalui aksi nonton bareng (Nobar). Rumata digandeng di dalam crowdfunding ini merupakan aktivitas komunitas kolaborator yang mana demi melancarkan Flobamora Film Festival. Sederhananya, KFK melakukan kerja sama dengan Rumata’ sebagai bentuk promosi menuju puncak pergelaran Flobamora Film Festival tadi.
Strategi untuk menggiring Flobamora Film Festival menuju puncak pergelarannya, kemudian dibungkus di dalam rencana penayangan atau pemutaran film nusantara hasil produksi KFK, yaitu Nokas (Dokumenter Panjang, 2016), karya Manuel Alberto Maia dan Oe Lo’lif (Fiksi Pendek, 2020), karya Emilianus U. K. Patar. Penayangan film dalam rangka penggalangan donasi ini merupakan film pilihan Komunitas Film Kupang. NOKAS (dokumenter panjang, 2016) yang akan ditayangkan nanti, berhasil meraih gelar “Best Feature Documentary” pada Balinale International Film Festival (2017) dan Freedom Film Festival (2017), serta menjadi “Special Mention At” pada Festival Film Dokumenter Jogja (2016). Berikutnya, OE LO’LIF (fiksi pendek, 2020) yang juga akan ditayangkan, pernah diputar pada program Fasilitasi Ide Sinema Kreatif - Jogja Asian Film Festival (FESTIF X JAFF Collaboration Program, 2020).
The Flobamora Film Festival takes another step forward. The Kupang Film Community (KFK), as the initiator of the festival, took steps to collaborate with one of the art communities in Makassar, namely the Rumata' Cultural House. KFK and Rumata scheduled a crowdfunding or fundraising, by organising a group screening. Rumata participated in this crowdfunding as a community activity in order to launch the Flobamora Film Festival. Simply put, KFK collaborated with Rumata' to promote the upcoming peak of the Flobamora Film Festival.
The strategy to lead the Flobamora Film Festival to its crescendo involved screening of the Indonesian film produced by KFK, Nokas (Long Documentary, 2016), Manuel Alberto Maia’s Oe Lo'lif (Short Fiction, 2020), and the work of Emilianus U.K. Patar. The film’s chosen in the context of raising donations were the choice of Kupang Film Community. NOKAS (long documentary, 2016) which was screened, won the title of "Best Feature Documentary" at the Balinale International Film Festival (2017) and Freedom Film Festival (2017), and was a "Special Mention" at the Jogja Documentary Film Festival (2016). ). Next, OE LO'LIF (short fiction, 2020) was also shown, which was screened in the Facilitation of Creative Cinema Ideas Program - Jogja Asian Film Festival (FESTIF X JAFF Collaboration Program, 2020).
oleh Alif Aflah Yafie
"Karya seni kurang tepat dikatakan apabila ia berdiri sendiri – nilai karya seni dapat terangkat apabila ia dinarasikan.”
Kutipan di atas merupakan ucapan Moch. Hasymi Ibrahim yang saya dengarkan di halaman belakang Rumata’ Artspace sore itu. Sambil berhimpitan agar tidak terganggu suara hujan yang masih rintik hingga malam, saya menyalinnya dalam buku catatan. Rasanya kutipan tersebut dapat menjadi pengantar kita untuk mengetahui pentingnya bidang kepenulisan dalam lingkungan kesenian. Begitu juga dengan kegiatan belajar menulis esai seni yang kami hadiri kala itu, tepatnya pada tanggal 22 dan 23 September 2022.
Kegiatan ini bernama Kelas Menulis Esai Seni (KAMIS). Sebuah kegiatan belajar bersama yang terselenggara dari hasil kolaborasi ARTifact Project, Kelana Artspace dan Merupa Institut. KAMIS merupakan kegiatan inisiatif yang akan berlanjut pada penyelenggaraan pameran karya rupa REVOLUSI ESOK PAGI, dengan tema REPUBLIK. Ashabul Kahfi, direktur Kelana Artspace dan Ketua Manajer Kegiatan bercerita, bahwa kegiatan KAMIS ditujukan untuk dapat menciptakan penulis kesenian baru di Makassar, sekaligus menciptakan tim kerja yang dapat mendukung kegiatan pameran dalam mengangkat tema REPUBLIK dalam tulisan.
by Alif Aflah Yafie
"Art works are less easy to interpret when they stand alone – the value of the work of art can be lifted when it is narrated.”
The quote above is Moch's words. Hasymi Ibrahim that I listened to in the backyard of Rumata' Artspace that afternoon. While huddled together so as not to be disturbed by the sound of the rain that still drizzled into the night, I copied it down in my notebook. I think this quote can be an introduction for us to know the importance of writing in the artistic environment. As did the art essay writing activities that we attended at that time, to be exact on September 22 and 23, 2022.
This activity was called the Art Essay Writing Class (KAMIS). It is a joint learning activity held as a result of the collaboration between the ARTifact Project Kelana Artspace and the Merupa Institute. KAMIS is an initiative that will continue with the exhibition of REVOLUTION TOMORROW MORNING, with the theme REPUBLIC. Ashabul Kahfi, the director of Kelana Artspace and the Head Activity Manager, said that KAMIS was aimed at creating new art writers in Makassar, as well as creating a work team that could support exhibition activities by discussing the REPUBLIC theme in writing.
Oleh: Zhaddam Aldhy Nurdin
Sahara bersiap untuk bertemu penontonnya. Secara terbatas, film Sahara produksi Flood Media dan Waesinema diputar dan disaksikan bersama para kru di Rumata’ ArtSpace, Selasa malam, 27 September 2022 lalu. Film yang mengambil latar cerita di Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan ini merupakan karya film panjang perdana sutradara asal Makassar, Zhaddam Aldhy Nurdin. Membuat film tentang anak di pedesaan, mengantarkan pikiran sang sutradara untuk kembali ke masa kecil, bermain dengan teman-teman, sholat berjamaah dan mengaji di masjid. Film ini memberikan gambaran tentang bagaimana masa kecil kita hidup saling membantu. Meski masalah yang dihadapi Rian sebagai karakter utama dalam film ini, bukan menjadi masalah yang jamak dialami oleh banyak anak, namun di sisi lain, pentingnya keluarga dan sahabat menjadi titik yang kuat dalam menjalani hidup.
By: Zhaddam Aldhy Nurdin
Sahara has met its audience. For a limited time, the film Sahara produced by Flood Media and Waesinema was screened and watched with the crew at Rumata' ArtSpace on Tuesday 27 September 2022. The film, which takes place in Gowa Regency, South Sulawesi, is the first feature-length film by Makassar-based director, Zhaddam Aldhy Nurdin. Making a film about children in the countryside, sending the director's mind back to childhood, playing with friends, praying together and reading the Koran in the mosque, this film provides an overview of how our childhood lives help each other. Although the problems faced by Rian, as the main character in this film, are not common problems experienced by many children, they do however underscore the importance of family and friends in life.
Pada Kamis 29/9/22 komunitas Dapur Hijau menyelenggarakan Workshop dan Cooking Demo Vol. 2 bertema Eco-Friendly Cooking: Food & Environment. Membahas isu lingkungan dan hubungannya dengan makanan, acara ini menjadikan Rumata’ ArtSpace sebagai local partner sekaligus lokasi berkegiatan dengan meliput isi acara seperti workshop, diskusi, demo masak yang menunjukan beberapa resep makanan rendah karbon yang berbahan dasar lokal dan ramah lingkungan. Ada juga food testing, launching buku resep dan makan malam.
Dimulai pukul 15.30 WITA acara ini diisi oleh beberapa pemateri yaitu Andi Darmawansyah (Food Environmentalist), Rahmat HM (Co-Founder Green Pan), Indrawati Abdi (Makassar Ecobricks) dan dipandu oleh Nana Djamal sebagai moderator.
On Thursday 29/9/22 the Dapur Hijau community held its Workshop and Cooking Demo Vol. 2 themed Eco-Friendly Cooking: Food & Environment. Discussing environmental issues and their relationship to food, this event has Rumata' ArtSpace as its local partner as well as its location for activities such as workshops, discussions, cooking demonstrations showing several low-carbon food recipes that are made from local and environmentally friendly ingredients. There was also food sampling, a recipe book launch and dinner.
Starting at 15.30 Central Indonesia Time, the event was attended by several presenters, namely Andi Darmawansyah (Food Environmentalist), Rahmat HM (Co-Founder of Green Pan), Indrawati Abdi (Makassar Ecobricks) and guided by Nana Djamal as moderator.
Oleh: Nabila Indira Idris
Anak usia dini, merupakan usia emas dan periode tumbuh kembang yang maksimal. Di rentang usia ini, anak lebih banyak belajar (acquire) dari pengalaman, dari apa yang mereka lihat, rasakan dan dengarkan. Metode pembelajaran yang terbukti paling efektif dan mengakomodasi karakter dan usia emas ini adalah bermain sambil belajar.
By: Nabila Indira Idris
Early childhood is a golden age and a period of maximum growth and development. In this age range, children learn more from experience, from what they see, feel and hear. The learning method that is proven to be the most effective and accommodates children in this golden age is playing while learning.
Group Screening: The Discovery of Microplastics in the Jeneberang River Before the Diaper Revolution
Oleh: Relawan Nirsampah
Pernahkah kamu membayangkan ada plastik berukuran sekitar 4,8 milimeter, mengalir di darah dalam tubuhmu? Banyak studi menyatakan plastik yang tak kasat mata ini terdapat di udara, air dan juga tubuh manusia. Plastik ini mengandung bahan kimia berbahaya yang tidak hanya merugikan bagi tubuh manusia tapi juga hewan, serta tumbuhan. Lalu, dari mana mikroplastik ini sesungguhnya berasal?
Pencemaran mikroplastik ini secara tidak sadar dapat bersumber dari serat pakaian, debu kendaraan yang bergesekan dengan aspal, microbeads dari limbah kosmetik, hingga segala jenis sampah plastik.
By: No Waste Volunteers
Have you ever imagined there is plastic measuring about 4.8 millimeters, flowing in the blood in your body? Many studies state that this invisible plastic is found in the air, water and also the human body. This plastic contains harmful chemicals that are not only harmful to the human body but also animals, and plants. So, where do these microplastics actually come from?
This microplastic contamination can unknowingly come from clothing fibers, vehicle dust rubbing against asphalt, microbeads from cosmetic waste, to all kinds of plastic waste.
Program #BakuBantu: Festival Sastra Banggai 2022 di Depan Mata!
#BakuBantu Program: Banggai Literature Festival 2022 in Sight!
oleh Ilda Karwayu
Salah satu penerima dana bergulir Program #BakuBantu, Komunitas Babasal Mombasa, semakin sibuk mempersiapkan Festival Sastra Banggai (FSB) 2022. Festival yang akan dilaksanakan secara hybrid ini telah mematok tanggal 24 - 27 November sebagai waktu pelaksanaannya. FSB tahun ini mengusung tema besar Mengungkai Acak, Menyimpul Padu yang dirangkaikan dengan beberapa subtema, salah satunya ialah Montolutusan.
Montolutusan sendiri merupakan kata lain dari persaudaraan untuk tiga wilayah di Banggai—yakni Banggai, Bangkep, dan Balut—yang berpusat pada topik ketahanan pangan. Dengan mengusung subtema ini, FSB ingin mengembalikan memori kolektif masyarakat wilayah Banggai perihal budaya mengonsumsi panganan asli Banggai. Satu di antaranya adalah ubi Banggai yang secara organik hanya hidup di wilayah tersebut. Tak hanya itu, keragaman jenis ikan di laut seputaran Banggai pun turut menjadi salah satu yang akan dibicarakan.
by Ilda Karwayu
One of the recipients of the #BakuBantu Program revolving fund, the Babasal Mombasa Community, is increasingly busy preparing for the 2022 Banggai Literature Festival (FSB). The festival, which will be held in a hybrid way, has set a date of November 24 - 27 as the time for its implementation. This year's FSB carries the big theme of Unraveling Randomly, Concluding Cohesively which is combined with several sub-themes, one of which is Montolutusan.
Montolutusan itself is another word for brotherhood for the three regions in Banggai—namely Banggai, Bangkep, and Balut—which is centered on the topic of food security. By carrying out this sub-theme, FSB wants to restore the collective memory of the people of the Banggai region regarding the culture of consuming Banggai's original food. One of them is the Banggai sweet potato which organically only lives in the area. Not only that, the diversity of fish species in the sea around Banggai is also one that will be discussed.
SkolMus Selenggarakan Pameran Arsip Publik MEREKAM KOTA 2022
SkolMus Holds Public Archive Exhibition RECORDING THE CITY 2022
Setelah berhasil menyelenggarakan Pameran Arsip Publik MEREKAM KOTA 2020: Memori, Ruang, Imajinasi, tahun ini SkolMus kembali menyelenggarakan Pameran Arsip Publik dengan tema Ruang Berkumpul.
Pameran kali ini menampilkan hampir 500 arsip dari 12 keluarga dan 1 lembaga pemerintah. 12 keluarga yang menyumbangkan arsip tahun ini adalah Keluarga Doma, Keluarga Adi Abel, Keluarga Abdullah Mas'Ud, Keluarga Berhiman, Keluarga Edon, Keluarga Sundari Cahyani, Keluarga Riberu, Keluarga Nisnoni, Keluarga Bissilissin, Keluarga Lerrick, Keluarga RC, dan Keluarga Minggi Iang. Sementara itu, lembaga pemerintah yang menyumbang arsip adalah Depot Arsip Perpustakaan Daerah Provinsi NTT.
After successfully organizing the RECORDING THE CITY 2020 event: Public Archives Exhibition: Memory, Space, Imagination, this year SkolMus again held a Public Archives Exhibition with the theme Gathering Room.
This exhibition features nearly 500 archives from 12 families and 1 government agency. The 12 families that donated files this year are the Doma Family, Adi Abel Family, Abdullah Mas'Ud Family, Berhiman Family, Edon Family, Sundari Cahyani Family, Riberu Family, Nisnoni Family, Bissilissin Family, Lerrick Family, RC Family, and Minggi Iang Family . Meanwhile, the government agency that contributed to the archives was the Regional Library Archive Depot of East Nusa Tenggara Province.
Flobamora Film Festival, Festival Skala Nasional Pertama Di Nusa Tenggara Timur
Flobamora Film Festival, The First National-Scale Festival in East Nusa Tenggara
Flobamora Film Festival merupakan festival film perdana yang akan diadakan di Kupang – NTT pada tanggal 27-29 Oktober 2022i. Festival ini diharapkan dapat menjadi ruang apresiasi film dalam bentuk pemutaran karya film kepada penonton, menjadi sarana dan media penghubung karya film para sineas di Indonesia, khususnya di NTT dalam mengembangkan ekosistem film. Kata “Flobamora” sendiri merupakan empat rangkaian pulau yang terdiri atas Flores, Sumba, Timor, Alor dan pulau kecil yang menjadi rangkaian pulau yang ada di NTT.
Logo Flobamora Film Festival sendiri tercermin dari semangat yang diusung oleh para relawan dalam komunitas, yakni “Menjadi rumah bersama sinema NTT”. Semangat ini tertuang dalam logo kegiatan ini yang berbentuk Ume Kbubu, adalah bangunan tradisional berbentuk bundar yang menjadi rumah tempat tinggal bagi orang Timor di Nusa Tenggara Timur. Ume artinya ‘rumah’ dan Kbubu artinya bundar.
Flobamora Film Festival is the inaugural film festival to be held in Kupang – East Nusa Tenggara on 27-29 October 2022. This festival is expected to be a space for film appreciation by screening films to an audience, as a means and media for connecting film works by filmmakers in Indonesia, especially in East Nusa Tenggara’s developing film ecosystem. The word "Flobamora" itself is a series of four islands consisting of Flores, Sumba, Timor, Alor and a small island which is a series of islands in NTT.
The Flobamora Film Festival logo itself is reflected in the spirit carried by the volunteers in the community, namely "Being a home for East Nusa Tenggara cinema". This spirit is embodied in the logo of this activity, which is in the form of Ume Kbubu, a traditional circular building that houses the Timorese people in East Nusa Tenggara. Ume means 'house' and Kbubu means round.
10 Rekomendasi Film yang Diputar Di Jakarta Film Week, Dari Festival Ambassador Jourdy Pranata
10 recommended films to be screened at Jakarta Film Week, from Festival Ambassador Jourdy Pranata
Jakarta Film Week hadir di tahun keduanya. Kali ini, festival film bertaraf internasional ini akan memutarkan total 88 film yang berasal dari puluhan negara. Beberapa judul yang mencuri perhatian para penggiat dan pecinta film antara lain, Balada Si Roy, film Indonesia yang akan menjadi opening film dan Arnold is a Model Student, film karya Sorayos Prapapan yang menjadi closing film Jakarta Film Week 2022.
Jakarta Film Week is here in its second year. This time, this international film festival will screen a total of 88 films from dozens of countries. Several titles that have caught the attention of activists and film lovers include Balada Si Roy, an Indonesian film that will be the opening film, and Arnold is a Model Student, a film by Sorayos Prapapan which will be the closing film for Jakarta Film Week 2022.
Rumata’ ArtSpace adalah rumah budaya yang resmi berdiri 18 Februari 2011, dijalankan secara independen dengan pendanaan yang sebagian besar berasal dari sumbangan publik. Selain menawarkan fasilitas yang bisa diakses secara luas khususnya bagi seniman dan komunitas di Makassar, Rumata’ dikenal dengan program-program unggulan yang telah menjadi bagian penting pengembangan kebudayaan dan kesenian, antara lain Makassar International Writers Festival (MIWF) dan SEAScreen Academy. Ratusan seniman dan relawan telah terlibat dalam berbagai kegiatan di Rumata’ dan ribuan pengunjung telah mengikuti berbagai kegiatan Rumata’. Perluasan kerjasama, peningkatan kualitas kegiatan dan upaya melebarkan jangkauan audiens adalah tiga hal mendasar yang akan terus dikerjakan Rumata’ Artspace.
Rumata’ ArtSpace is a cultural institution officially established on the 18thof February 2011. It operates independently and receives most of its funding from public donations. Apart from offering facilities that can be widely accessed, especially by artists and the Makassar community, Rumata’ is famous for its featured programs which have become an important part of cultural and artistic development, for example the Makassar International Writers Festival (MIWF) and SEAScreen Academy. Hundreds of artists and volunteers have participated in various activities at Rumata’ and thousands of visitors have also got involved. The three objectives that Rumata’ ArtSpace will continue to strive for are extending its collaborations, increasing the quality of its activities and growing its audience.
Jika ada saran, masukan dan informasi yang perlu kami ketahui, Anda dapat mengunjungi Rumata' ArtSpace dan menghubungi email serta nomor telepon yang tertera:
Jl. Bontonompo No.12A, Gn. Sari, Tamalate, Kota Makassar, Sulawesi Selatan 90221. Indonesia