Tahun 2023 melesat begitu lekas. Kita sudah berada di bulan November dan serangkaian kegiatan telah berlangsung dua bulan terakhir ini. Ada yang berlangsung di Jakarta, Makassar, Flores baik online maupun offline. Beberapa informasi yang dapat saya sebutkan di sini ialah “Setangkai Lily dari Makassar” yang dipentaskan di Jakarta Content Week oleh penulis dan aktor Luna Vidya. Selain itu, ada diskusi film oleh Hannah Al Rashid mengenai film dan ruang aman, khususnya untuk perempuan dalam ekosistem yang didominasi oleh lelaki, serta kolaborasi antara Bioskop Online dan JAFF 18: Roadshow Makassar dengan menggelar serangkaian program seperti kelas akting, talk show dan penayangan film.
Newsletter ini sangat terbuka bagi siapapun, terutama jika Anda turut menuliskan mengenai kegiatan-kegiatan seni dan budaya di Makassar maupun di Indonesia Timur. Kami akan sangat senang sekali jika menerima tulisan Anda agar upaya pendokumentasian dan pengarsipan kita di Indonesia, khususnya di Kawasan Timur Indonesia, dapat diakses oleh semakin banyak orang.
Salam,
Rachmat Mustamin
Direktur Program dan Kemitraan Rumata’ ArtSpace
Tim Newsletter Rumata' ArtSpace:
Koordinator: Rachmat Hidayat Mustamin
Kontributor Bulan November 2023: Tim Rumata', Agus Citra Sasmita, Andi Nurul Sri Utami, Ifdhal Ibnu,
Penerjemah: Edan Runge
The year 2023 is flying by so quickly. We are already in November and a series of activities have taken place in the last two months. Some took place in Jakarta, Makassar and Flores both online and offline. One such event I will mention here was "A Lily from Makassar" which was staged at Jakarta Content Week by writer and actor Luna Vidya. Apart from that, there was a film discussion by Hannah Al Rashid regarding films and safe spaces, especially for women in an ecosystem dominated by men, as well as a collaboration between Bioskop Online and JAFF 18: Roadshow Makassar, which involved a series of programs such as acting classes, talk shows and film screenings.
This newsletter is very open to contributions from anyone, especially if you write about arts and cultural activities in Makassar and Eastern Indonesia. We would be very happy to receive your writing so that our documentation and archiving efforts in Indonesia, especially in the Eastern Region of Indonesia, can be accessed by more people.
Regards,
Rachmat Mustamin
Director of Programs and Partnerships for Rumata' ArtSpace
Newsletter's team of Rumata' ArtSpace:
Coordinator: Rachmat Mustamin
Rumata' ArtSpace Newsletter Team:
Coordinator: Rachmat Mustamin
Contributors November 2023: Rumata's team, Agus Citra Sasmita, Andi Nurul Sri Utami, fdhal Ibnu,
Penerjemah: Edan Runge
“A Lily from Makassar” at Jakarta Content Week 2023
Jakarta, 10 November 2023 - Monolog DAPUR yang ditulis dan diperankan oleh Luna Vidya berasal dari cerpen Lily Yulianti Farid ini dipentaskan kembali di Jakarta Content Week 2023 di Ruang Teguh Karya, Taman Ismail Marzuki (TIM), Jakarta. Prof. Musdah Mulia juga turut menyampaikan pidato untuk mengenang Lily Yulianti Farid. Pementasan ini didukung oleh The Body Shop Indonesia.
Dipersembahkan oleh Rumata' ArtSpace Makassar dan Jakarta Content Festival 2023
Direktur Artistik: Abdi Karya, Produser: Riri Riza, Manajer Produksi: Rachmat Mustamin, Tim Artistik: Alif Anggara, Lagu: El Matulessy
Jakarta, 10 November 2023 - The DAPUR (KITCHEN) monologue written and acted by Luna Vidya, based on Lily Yulianti Farid's short story, was staged at Jakarta Content Week 2023 at the Teguh Karya Room, Taman Ismail Marzuki (TIM), Jakarta. Prof. Musdah Mulia also delivered a speech in memory of Lily Yulianti Farid. This performance was supported by The Body Shop Indonesia.
Presented by Rumata' ArtSpace Makassar and Jakarta Content Festival 2023
Artistic Director: Abdi Karya, Producer: Riri Riza, Production Manager: Rachmat Mustamin, Artistic Team: Alif Anggara, Song: El Matulessy
Bioskop Online x JAFF 18: Roadshow Makassar di Rumata’!
Bioskop Online x JAFF 18: Makassar Roadshow at Rumata'!
Makassar, 12 November 2023 - Dalam rangka menyambut penyelenggaraan Jogja-NETPAC Asian Film Festival 2023 (JAFF18), Bioskop Online bekerja sama dengan JAFF mengadakan acara roadshow ke empat kota; yakni: Medan, Palembang, Makassar, dan Semarang. Konten acara atau sesi program dalam roadshow ini meliputi talkshow hingga pemutaran film dan diskusi (special screening & discussion). Tujuan utama dari inisiatif kolaborasi ini adalah untuk berjejaring dengan para pegiat film lokal serta memberikan akses edukasi bagi para talenta-talenta pembuat juga pegiat film di berbagai kota.
Ada empat rangkaian program, yakni kelas akting bersama Muhammad Khan. Program ini merupakan wadah untuk memperkenalkan peserta workshop mengenai dasar seni peran untuk dunia perfilman. Materi di dalamnya termasuk teori akting, olah rasa, dan pengetahuan mengenai profesionalisme keaktoran dalam industri film. Sesi workshop akan dipandu oleh Muhammad Khan. Kedua, talk show bersama Garin Nugroho dan Ajeng Parameswari mengenai “Shaping The Local Narrative”. Dua program terakhir yakni pemutaran film, yakni Ininnawa (2022) dan serangkaian film pendek, termasuk di antaranya ialah “Gerbong” oleh Garin Nugroho dan “Sonata Kampung Bata” oleh Riri Riza.
Makassar, 12 November 2023 - In order to welcome the Jogja-NETPAC Asian Film Festival 2023 (JAFF18), Bioskop Online (Online Cinema) in collaboration with JAFF is holding a roadshow event in four cities; namely: Medan, Palembang, Makassar and Semarang. The event content or program sessions in this roadshow include talk shows to film screenings and discussions (special screening & discussions). The main aim of this collaborative initiative is to network with local film activists and provide educational access for talented filmmakers and film activists in various cities.
There were four series of programs, namely acting classes with Muhammad Khan. This program is a forum to introduce workshop participants to the basics of acting for the world of film. The material includes acting theory, taste, and knowledge about acting professionalism in the film industry. The workshop session will be guided by Muhammad Khan. Second, there was a talk show with Garin Nugroho and Ajeng Parameswari regarding "Shaping The Local Narrative". The last two programs were film screenings, namely Ininnawa (2022) and a series of short films, including "Gerbong" by Garin Nugroho and "Sonata Kampung Bata" by Riri Riza.
Monolog “DAPUR” Dipentaskan di UWRF
“KITCHEN” Monologue Performed at UWRF
Ubud, 20 Oktober - Sebuah kisah unik tentang cinta, keluarga, dan warisan budaya kini hadir dalam bentuk monolog yang memukau, "DAPUR," berdasarkan cerita pendek Lily Yulianti Farid. Monolog ini merayakan seorang perempuan inspiratif dari Makassar, mengangkat makna dapur sebagai pusat kebahagiaan, dan membawa penonton dalam perjalanan emosional yang tak terlupakan.
Kisah ini disadur dari cerita pendek berjudul sama, ditulis dan diperankan oleh Luna Vidya, dengan arahan artistik yang brilian dari Abdi Karya, serta diproduseri oleh Riri Riza.
"Ruth mencintai tepung. Ibu mencintai dapur. Dan aku mencintai Ruth dan Ibu." Frasa inilah yang memulai perjalanan penonton dalam dunia "DAPUR." Cerita ini mengungkap hubungan yang dalam antara tiga generasi perempuan, merangkul budaya, warisan, dan rasa cinta yang tulus. Monolog ini bukan hanya sebuah pertunjukan, tetapi juga pesan inspiratif yang memotivasi semua perempuan Indonesia untuk menghargai akar mereka.
Sinopsis:
Di dapur rumah di Makassar, Ruth, seorang migran Ambon, berbagi kisah hidupnya, impian Jawa, kedamaian, dan masa depan bagi ibu Andis dan putri majikannya, Kalila. Hubungan tiga perempuan ini indah, tetapi kuasa patriarki mengacaukan ketenangan. Melalui tepung roti, kedalaman kisah memengaruhi kehidupan mereka.
Ubud, October 20 - A unique story about love, family and cultural heritage now comes in the form of a riveting monologue, "DAPUR" (KITCHEN), based on Lily Yulianti Farid's short story. This monologue celebrates an inspiring woman from Makassar, highlights the meaning of the kitchen as a centre of happiness, and takes the audience on an unforgettable emotional journey.
This story is adapted from a short story with the same title, written and acted by Luna Vidya, with brilliant artistic direction from Abdi Karya, and produced by Riri Riza.
"Ruth loved flour. Mom loved the kitchen. And I loved Ruth and Mom." It is this phrase that begins the audience's journey into the world of "DAPUR." The story reveals the deep connections between three generations of women, embracing culture, heritage, and genuine love. This monologue is not only a performance, but also an inspirational message that motivates all Indonesian women to appreciate their roots.
Synopsis:
In the kitchen of a house in Makassar, Ruth, an Ambonese migrant, shares her life story, dreams about Java, peace, and the future for Mrs Andis and her employer's daughter, Kalila. The relationship between these three women is beautiful, but the power of patriarchy disrupts the calm. Through bread flour, the depth of the story influences their lives.
Film, Ruang Aman dan Hal-Hal Lain di Sekitarnya bersama Hannah Al Rashid
Movies, Safe Spaces and Other Things with Hannah Al Rashid
Makassar, 10 November 2023 - Hannah Al Rashid bertandang ke Rumata’ ArtSpace Makassar. Di halaman belakang Rumata’, bersama Fatimah Azzahrah, diskusi ini diangkat untuk membicarakan perihal film, ruang aman dan hal-hal lain di sekitarnya. Diselenggarakan untuk membuka percakapan bersama akan peran film dalam memperlihatkan kehidupan sehari-hari, khususnya tentang ruang aman bagi perempuan dan dinamika hubungan di sekitarnya. Diskusi "Ruang Aman dan Hal Lain di Sekitarnya" bertujuan membuka diskusi tentang bagaimana sih menjelajahi karir film, peran perempuan dalam ekosistem film hari ini, dan interaksi sosial di sekitarnya.
Selain itu, percakapan juga melebar bagaimana Hannah melakoni perjalanan karirnya sebagai aktor, serta bagaimana ia memosisikan dirinya sebagai aktor perempuan dalam ekosistem industri film yang didominasi lelaki, serta apa pentingnya identitas Bugis baginya hari ini, dan bagaimana mengelola ‘identitas’/ lokalitas / sebagai daya kreatif atau daya hidup.
Makassar, 10 November 2023 - Hannah Al Rashid visited Rumata' ArtSpace Makassar. In Rumata's backyard, with Fatimah Azzahrah, this discussion was held to discuss films, safe spaces and other things around it. It was held to open a conversation about the role of film in showing everyday life, especially about safe spaces for women and the dynamics of relationships around it. The discussion "Safe Space and Other Things Around It" aims to open a discussion about how to explore a film career, the role of women in today's film ecosystem, and social interactions around it.
Apart from that, the conversation also expanded on how Hannah navigates her career as an actor, as well as how she positions herself as a female actor in a male-dominated film industry ecosystem, as well as what the importance of Bugis identity is to her today, and how to manage 'identity'/locality/as power and a creative life force.
Menukil “Tubuh-Tubuh Setempat” dari Berau
Excerpt: “Local Bodies” from Berau
Makassar, 3 November 2023, “Tubuh-Tubuh Setempat” merupakan karya terbaru Melynda dalam menelisik pengalaman ketubuhan penari tari tradisi sebagai suatu pengetahuan yang menubuh. Niatan koreografi yang ia bangun ialah untuk menilik tubuh-tubuh budaya yang berbeda dalam konteks tari Indonesia yang beragam melalui performans menuturkan kata (performance narrative).
Pada nukilan “Tubuh-Tubuh Setempat” kali ini, Melynda mengkoreografi pengalaman personalnya dalam berlatih tari Dalling, tari dari suku Bajau yang ada di Berau, Kalimantan Timur yang ia pelajari sejak tahun 2007. Dengan koreografer dan penari: Melynda Adriani, serta dramaturg: Eka Wahyuni, penonton secara partisipatif ikut terlibat dalam presentasi oleh Melynda yang dihadiri 19 orang.
Makassar, 3 November 2023, "Local Bodies" (Tubuh-Tubuh Setempat) is Melynda's latest work in examining the bodily experience of traditional dance dancers as a corporal knowledge. The intention of the choreography they created was to examine different cultural bodies in the diverse context of Indonesian dance through narrative performance.
In this excerpt from "Local Bodies", Melynda choreographs their personal experience in practising the Dalling dance, a dance from the Bajau tribe in Berau, East Kalimantan which she has studied since 2007. With choreographer and dancer: Melynda Adriani, and dramaturg: Eka Wahyuni, the audience was directly involved in Melynda's presentation which was attended by 19 people.
Turut Larut Bersama Perasaan-perasaan Melayari Manusia ke Tubuh Derita
Dissolve with the feelings that travel through a human’s suffering body
Ruangan terdengar senyap, lekat, penuh intim. Selembar kain putih polos, membentang rapi di tengah. Stoples berbentuk tabung kaca dengan penutup berbahan dasar kayu, tergeletak rapi di tepi kain. Sebuah buku catatan kecil lengkap beserta penanya turut menemani Sang Stoples di sana.
Alghifahri Jasin, selanjutnya disebut Agi, duduk di seberang tepi, rambutnya terurai, baju yang ia kenakan lebih mirip kemeja, tetapi seperti berbahan satin berwarna hitam, juga bawahan sarung putih. Suasana berlangsung khidmat, penonton memenuhi ruangan, donat buatan Istri tercinta Agi juga disuguhkan dengan menarik di atas meja di sisi kiri pintu masuk. Namun, kita tidak sedang membahas tentang donat yang rasanya maha lembut itu, tetapi perihal karya tumbuh yang sedang dipresentasikan.
Karya Agi, sengaja ia sebut karya yang tumbuh. Pertama kali membawakan presentasi karya tersebut, ia suguhkan di Tubaba, Lampung. Karya yang ia sebut karya yang tumbuh, bukan tanpa alasan, karena apa yang ditampilkan bukanlah karya utuh melainkan sebuah proses sebelum utuh menjadi karya. Presentasi ini mendapat pantulan dari penonton, selanjutnya Agi akan menangkap segala pantulan itu berupa cerita-cerita penonton tentang laut untuk dia olah dalam proses karyanya. Harapan dilihat bukan hanya menjawab pertanyaan bagaimana laut dan darat itu hidup di mereka. Namun, akan terus menjawab perihal pertanyaan-pertanyaan selanjutnya, pertanyaan-pertanyaan yang lahir kemudian. Bisa jadi perihal bagaimana perasaan-perasaan mereka menjalani rutinitas yang itu-itu, perasaan-perasaan mereka menjalani rutinitas yang mulai berubah-ubah, perasaan-perasaan mereka menjalani rutinitas yang nang ning nong.
The room sounded quiet. It was full of intimacy. A plain white sheet stretched neatly in the middle. A glass tube-shaped jar with a wooden lid, lying neatly on the edge of the cloth. A small notebook complete with a pen accompanied the jar there.
Alghifahri Jasin, hereinafter referred to as Agi, sat on the opposite side of the edge, his hair loose, the clothes he was wearing looked more like a shirt, but were made of black satin, with a white sarong underneath. The atmosphere was solemn, the audience filled the room, donuts made by Agi's beloved wife were also served attractively on the table on the left side of the entrance. However, we are not discussing the donuts that taste so soft, but about the growing work that is being presented.
Agi's work is, as he describes it, work that grows. The first time he presented this work, he presented it in Tubaba, Lampung. He calls this growing work with good reason, because what is displayed is not a complete work but a process before it becomes a complete work. This presentation gets reflections from the audience, then Agi will capture all the reflections in the form of the audience's stories about the sea for him to incorporate into his work process. The hope is not only to answer the question of how the sea and land live together. However, we will continue to answer further questions, questions that arise later. It could be about how they feel about going through the same routine, their feelings about going through a routine that is starting to change, their feelings about going through a routine that is monotonous.
Sineria: Percakapan bersama Theo Rumansara, Manuel Alberto Maia dan Reza Fahriansyah
Sineria: Conversation with Theo Rumansara, Manuel Alberto Maia and Reza Fahriansyah
Inisiatif-inisiatif pewacanaan film dari berbagai wilayah di Indonesia mulai bermunculan di masa pandemi. Mulai dari Jakarta hingga Kupang, Makassar hingga Aceh maupun Jayapura hingga Belitung. Kegiatan-kegiatan diselenggarakan oleh pemerintah maupun oleh berbagai lembaga & komunitas film akar rumput secara independen.
Program SEA-Talk merupakan inisiatif dari Rumata’ ArtSpace-SEAscreen Academy yang membahas mengenai isu-isu terkini dari berbagai kawasan Timur dalam konteks film Indonesia secara luas. Pembahasannya mencakup perumusan wacana kritis berbasis kontekstual serta lebih jauh melihat kondisi film di masa depan.
Abe dikenal sebagai sutradara melalui film Nokas, kemudian menginisiasi Komunitas Film Kupang sebagai platform belajar bersama. Diskusi ini mengarahkan pada alasan mengapa film sebagai medium penting untuk mendistribusikan narasi dari Kupang dan NTT secara luas dan membincangakan bagaimana mulanya Theo masuk ke dunia film dan tahapan-tahapan berkolaborasi dengan Matta Cinema. Reza juga akan bercerita pengamatannya terhadap kecenderungan-kecenderungan film dari Indonesia Timur dan potensinya kedepan.
Pembicara: Theo Rumansara, Manuel Alberto Maia dan Reza Fahriansyah
Moderator Feranda Aries
Penanggap: Riri Riza
Film discourse initiatives from various regions in Indonesia began to emerge during the pandemic. From Jakarta to Kupang, Makassar to Aceh and Jayapura to Belitung, activities are organized by the government and various independent grassroots film institutions & communities.
The SEA-Talk program is an initiative of Rumata' ArtSpace-SEAscreen Academy which discusses current issues from various Eastern Indonesian regions in the broad context of Indonesian films. The discussion includes the formulation of contextually based critical discourse as well as looking further at the condition of films in the future.
Abe, known as a director through the film, Nokas, then initiated the Kupang Film Community as a joint learning platform. This discussion focuses on the reasons why film is an important medium for distributing narratives from Kupang and NTT widely and discusses how Theo first entered the world of film as well as the stages of collaborating with Matta Cinema. Reza will also share his observations on film trends from Eastern Indonesia and their potential for the future.
Speakers: Theo Rumansara, Manuel Alberto Maia and Reza Fahriansyah
Moderator Feranda Aries
Responder: Riri Riza
Ragam Acara Japanese Film Festival 2023 di Jakarta: Jadwal Tayang Dirilis, Bisa Ngobrol Langsung dengan TSUCHIYA Tao
Various Events at the 2023 Japanese Film Festival in Jakarta: Broadcast Schedule Released - Chat Directly with TSUCHIYA Tao
Dua minggu menuju perhelatan Japanese Film Festival 2023! The Japan Foundation, Jakarta sebagai penyelenggara festival telah mengumumkan jadwal pemutaran film di kota Jakarta. Genre yang beragam serta munculnya film-film klasik menambah semarak jajaran film yang dibawa pada tahun ini. Enam belas judul film akan disuguhkan meliputi genre-genre seperti drama, aksi, komedi, romansa, misteri, horor, dan tentunya animasi serta satu serial drama.
Pertama kali dalam sejarah JFF, tahun ini akan dilakukan pemutaran dua episode serial drama, berjudul “Downtown Rocket” yang dibintangi ABE Hiroshi, berperan sebagai TSUKUDA Kohei, dan TSUCHIYA Tao yang berperan sebagai TSUKUDA Rina. Pemutaran serial drama ini akan dilanjutkan dengan acara On-screen Talk “Downtown Rocket” with TSUCHIYA Tao, yang memberikan kesempatan bagi penonton untuk bisa berinteraksi secara virtual dengan TSUCHIYA Tao dari dalam bioskop pada hari Minggu, tanggal 5 November 2023. TSUCHIYA Tao merupakan aktor terkenal Jepang yang telah banyak membintangi serial drama dan film, di antaranya memainkan karakter perempuan tangguh bernama USAGI Yuzuha pada serial populer “Alice in Borderland”.
Two weeks until the 2023 Japanese Film Festival! The Japan Foundation, Jakarta, as the festival organizer, has announced the film screening schedule in the city of Jakarta. Diverse genres and the emergence of classic films add to the splendour of the film lineup brought in this year. Sixteen film titles will be presented covering genres such as drama, action, comedy, romance, mystery, horror, and of course animation and a drama series.
For the first time in JFF history, this year there will be screening of two episodes of the drama series, entitled "Downtown Rocket" starring ABE Hiroshi, playing TSUKUDA Kohei, and TSUKUDA Tao, playing TSUKUDA Rina. The screening of this drama series will be continued with the On-screen Talk event "Downtown Rocket" with TSUCHIYA Tao, which provides the opportunity for the audience to interact virtually with TSUCHIYA Tao from inside the cinema on Sunday, November 5, 2023. TSUCHIYA Tao is famous Japanese actor who has starred in many drama series and films, among others plays a strong female character named USAGI Yuzuha in the popular series “Alice in Borderland”.
Rumata’ ArtSpace adalah rumah budaya yang resmi berdiri 18 Februari 2011, dijalankan secara independen dengan pendanaan yang sebagian besar berasal dari sumbangan publik. Selain menawarkan fasilitas yang bisa diakses secara luas khususnya bagi seniman dan komunitas di Makassar, Rumata’ dikenal dengan program-program unggulan yang telah menjadi bagian penting pengembangan kebudayaan dan kesenian, antara lain Makassar International Writers Festival (MIWF) dan SEAScreen Academy. Ratusan seniman dan relawan telah terlibat dalam berbagai kegiatan di Rumata’ dan ribuan pengunjung telah mengikuti berbagai kegiatan Rumata’. Perluasan kerjasama, peningkatan kualitas kegiatan dan upaya melebarkan jangkauan audiens adalah tiga hal mendasar yang akan terus dikerjakan Rumata’ Artspace.
Rumata’ ArtSpace is a cultural institution officially established on the 18thof February 2011. It operates independently and receives most of its funding from public donations. Apart from offering facilities that can be widely accessed, especially by artists and the Makassar community, Rumata’ is famous for its featured programs which have become an important part of cultural and artistic development, for example the Makassar International Writers Festival (MIWF) and SEAScreen Academy. Hundreds of artists and volunteers have participated in various activities at Rumata’ and thousands of visitors have also got involved. The three objectives that Rumata’ ArtSpace will continue to strive for are extending its collaborations, increasing the quality of its activities and growing its audience.
Jika ada saran, masukan dan informasi yang perlu kami ketahui, Anda dapat mengunjungi Rumata' ArtSpace dan menghubungi email serta nomor telepon yang tertera:
Jl. Bontonompo No.12A, Gn. Sari, Tamalate, Kota Makassar, Sulawesi Selatan 90221. Indonesia