Salam dari Rumata'!

Di bulan Mei 2021 ini, kami ingin menginformasikan bahwa Rumata’ juga turut mendesak implementasi UU Pemajuan Kebudayaan. Selain itu, ada kabar dari program tahunan Rumata’, yakni Makassar International Writers Festival (MIWF) yang telah merilis tema baru festival, yakni Anthropause. Kami juga ingin mengabarkan mengenai pemanfaatan ruang Rumata’ sebagai tempat produksi gagasan dan kekaryaan kolaborasi oleh mahasiswa Institut Seni Indonesia Yogyakarta, serta beberapa program diskusi online yang telah berlangsung di Youtube Rumata’ ArtSpace.
 
Kami menerima kiriman artikel dari Wika Wulandari, penulis terpilih Emerging Writers 2018, mengenai Ritual Gata-gata: Sejarah Seksisme di Tidore, Maluku Utara. Ada pula arsip mengenai rangkaian poster perayaan Idul Fitri selama lima tahun terakhir dan rekomendasi perihal lembaga riset mengenai seni kontemporer, urban, bisnis, budaya dan pengembangan masyarakat.
 
Terima kasih karena terus mendukung Rumata’.
 
Salam,
Rachmat Mustamin
Direktur Program dan Kerjasama Rumata' ArtSpace.
__

Tim Newsletter Rumata' ArtSpace:
Kordinator: Rachmat Hidayat Mustamin
Kontributor Penulis Bulan Mei 2021: Tim MIWF, Andi Aryani, Ekhy Khen, Wika Wulandari, Agus Citra Sasmita, Andi Nurul Sri Utami, William Pakan

Penerjemah: Edan Runge

Greetings from Rumata'! 

In May 2021, we would like to inform you that Rumata' also encouraged the implementation of the Law on Cultural Advancement in Indonesia. In addition, there is news regarding Rumata's annual program, namely the Makassar International Writers Festival (MIWF), which has released a new festival theme, called Anthropause. We also want to inform you about the use of Rumata' ArtSpace as a place for the production of ideas and collaborative work by the students of the Yogyakarta Institute of the Indonesian Arts, as well as several online discussion programs that have been taking place on Rumata' ArtSpace’s YouTube channel.
 
We have welcomed an article from Wika Wulandari, the author selected for our 2018 Emerging Writers award, regarding the Gata-gata Ritual: The History of Sexism in Tidore, North Maluku. There is also an archive of a series of posters for Eid celebrations over the past five years and recommendations regarding research institutes on contemporary art, urban life, business, culture and community development.
 
Thank you for continuing to support Rumata'.
 
Regards,
Rachmat Hidayat Mustamin
Director of Programs & Cooperation at Rumata 'ArtSpace.
__

Rumata' ArtSpace Newsletter Team:
Coordinator: Rachmat Hidayat Mustamin
Author Contributors May 2021: MIWF Team, Andi Aryani, Ekhy Khen, Wika Wulandari, Agus Citra Sasmita, Andi Nurul Sri Utami, William Pakan

Translator: Edan Runge

Rumata’ Turut Mendesak Implementasi UU Pemajuan Kebudayaan

Rumata' encourages the implementation of the Law on Cultural Advancement

Sudah empat tahun UU Pemajuan Kebudayaan disahkan, tapi #apakabarpemajuankebudayaan? Masih banyak pekerjaan rumah pemerintah yang tersisa. Antara lain, peraturan turunan yang nggak kelar-kelar, Strategi Kebudayaan yang belum juga diteken Presiden Jokowi, dan janji Dana Perwalian Kebudayaan Rp5 triliun yang masih tak terpenuhi. Para pegiat seni budaya berkumpul dalam satu suara untuk menagih janji Presiden Joko Widodo terkait memajukan kebudayaan Indonesia. Empat tahun selepas Undang-undang Pemajuan Kebudayaan (UU PK) disahkan, belum ada perkembangan berarti. Tuntutan tersebut disuarakan dalam webinar “Maju Terus, Pantang Ragu: Empat Tahun UU Pemajuan Kebudayaan” yang diselenggarakan Koalisi Seni. Sebagai salah satu bagian dari Koalisi Seni dan fokus dalam bidang pemajuan seni dan budaya, Rumata’ ikut mendesak Janji Jokowi.

It has been four years since the Law on Cultural Advancement was passed, but #apakabarpemajuankebudayaan? (#whatsupwithculturaladvancement?). There still remains much homework for the government to do. Among other things, downstream regulations that have not been implemented, the Cultural Strategy that has not been signed by President Jokowi, and the promise of a Cultural Trust Fund of IDR 5 trillion that has still not been fulfilled. Cultural arts activists united in one voice to demand President Joko Widodo's promises regarding advancing Indonesian culture be fulfilled. Four years after the Law on Cultural Advancement (known as UU PK) was passed, there has been no significant progress. These demands were voiced in the webinar "Keep Moving Forward, Never Doubt: Four Years of Law on the Advancement of Culture" organized by the Art Coalition. As a part of the Art Coalition and given our focus on the advancement of arts and culture, Rumata' is also encouraging the fulfillment of Jokowi's promise.
 

“ANTHROPAUSE”, Tema Festival MIWF 2021

“ANTHROPAUSE”, Theme for MIWF 2021

Salah satu program tahunan Rumata’ ArtSpace, yakni Makassar International Writers Festival (MIWF) telah merilis tema festival tahun 2021, yakni Anthropause. Anthropause merupakan istilah yang baru diungkapkan di tahun 2020 yang menggambarkan jeda yang dilakukan manusia untuk menghentikan penyebaran covid-19. Festival tahun ini rencananya akan dilaksanakan bulan Juni 2021 setelah di tahun sebelumnya, MIWF menunda penyelenggarannya. Tema MIWF pertama kali dirilis bertepatan dengan hari kartini, di mana 90% volunteer MIWF dikerjakan oleh perempuan. Lily Yulianti Farid selaku direktur MIWF menuliskan gagasannya mengenai tema festival tahun ini. Selengkapnya boleh dibaca di bawah ini:

One of Rumata' ArtSpace's annual programs, namely the Makassar International Writers Festival (MIWF), has released the theme of the festival in 2021, called Anthropause. Anthropause is a term that was only revealed in 2020 to describe the pause that humans have taken to stop the spread of Covid-19. This year's festival is planned to be held in June 2021 after MIWF’s postponement in 2020. The MIWF theme was first released to coincide with Kartini Day, where 90% of MIWF volunteers were women. Lily Yulianti Farid, as the director of MIWF, wrote her ideas about the theme of this year's festival. More on her ideas below:

RASAM: Pertunjukan Virtual Mengenai Toxic Relationship

RASAM: A Virtual Show about Toxic Relationships

Karya ini berbicara tentang bagaimana melihat, merasa, serta menemukan makna perempuan hari ini dari dua sisi yang berbeda. Berangkat dari fenomena kehidupan sehari-hari terkait Toxic Relationship dalam masyarakat modern, Andi Aryani juga melihat Mappadendang suku Bugis dengan spirit kebersamaan. Perbedaan tersebut menjadi banding yang sebenarnya saling kait-mengait dalam wacana perempuan. Karya ini sebagai refleksi merespon rasam atau kebiasaan kaum perempuan hari ini. Dikemas dalam format pertunjukan virtual, eksplorasi bentuk media baru hadir ditengah produksi teater ini. Mengajak seluruh penikmat seni pertunjukan untuk menonton dan berdiskusi melalui kanal youtube Rumata’ Artspace.
 
Sutradara: Andi Aryani |Sutradara video: Mahardika | Kameraman: Daby Shah Rizal |Pemain: Hikmah Basri, Indra Act, Nur Amalia Indahyani, Tri Putri Hardianti
Utri Fadhila Muslimin, Wahyuni Darningsih Damir

This work talks about how to see, feel, and discover the meaning of being a woman today from two different angles. Departing from how everyday life relates to toxic relationships in modern society, Andi Aryani also demonstrates the Bugis Mappadendang people’s spirit of togetherness. These differences provide comparisons that are actually intertwined in women's discourse. This work is a reflection responding to the rasam or habits of women today. Packaged in a virtual performance, this theatre production explores new forms of media. We invite all performing arts connoisseurs to watch and discuss this work through the Rumata' Artspace YouTube channel.
 
Director: Andi Aryani | Video director: Mahardika | Cameraman: Daby Shah Rizal | Cast: Hikmah Basri, Indra Act, Nur Amalia Indahyani, Tri Putri Hardianti Utri Fadhila Muslimin, Wahyuni Darningsih Damir

Reading The People of Asia: Mengenal Ragam Karya Penulis Perempuan Jepang

Reading The People of Asia: Getting to Know the Variety of Works of Japanese Female Writers

Reading the people of Asia adalah produksi bersama Makassar International Writers Festival, Post Bookshop dan Penerbit Haru didukung oleh the Japan Foundation. Di edisi kedua ini, kami membahas sejumlah penulis perempuan Jepang yang menawarkan genre, tema dan teknik penceritaan yang beragam, mulai dari penulis misteri Akiyoshi Rikako hingga Aoko Matsuda yang mengolah ulang kisah legenda Jepang untuk mengritik sistem masyarakat yang patriarkis.
 
Tim Produksi
Tim POST Bookshop: Maesy Angelina, Teddy W Kusuma | Tim Penerbit Haru: Andry Setiawan, David Rohadi, Lia Indra Andriana, Taris | Tim MIWF: Lily Yulianti Farid, Ita Ibnu, Abriany Sinaga | Videografer dan Editor: Yoga Pratama & Lily Yulianti Farid | Desainer Poster: Andi Nurul Sri Utami

Reading the people of Asia is a joint production of the Makassar International Writers Festival, Post Bookshop and Haru Publisher, supported by the Japan Foundation. In this second edition, we discuss a number of Japanese female writers who offer various genres, themes and storytelling techniques, from mystery writer Akiyoshi Rikako to Aoko Matsuda who reworked Japanese legends to criticize patriarchal societal systems.
 
Production Team
POST Bookshop Team: Maesy Angelina, Teddy W Kusuma | Haru Publishing Team: Andry Setiawan, David Rohadi, Lia Indra Andriana, Taris | MIWF Team: Lily Yulianti Farid, Ita Ibnu, Abriany Sinaga | Videographer and Editor: Yoga Pratama & Lily Yulianti Farid | Poster Designer: Andi Nurul Sri Utami

PANYINGKUL: Dicari, Anak Muda yang Bangga Berbahasa Daerah

PANYINGKUL: Wanted: Young People Who Are Proud of Speaking the Local Language

Apakah di lingkungan kamu masih menggunakan bahasa daerah dalam kehidupan sehari-hari?Menurut kamu mengapa sih anak muda makin enggan berkomunikasi menggunakan bahasa daerah? Bukankah bahasa menunjukkan kebudayaan dan identitas bangsa? 

Tuangkan ide kamu dan mari berdiskusi bersama kami BASAIbu-Diskusi PANYINGKUL “Dicari, Anak Muda yang Bangga Berbahasa Daerah!"

Bersama
1. Asis Nojeng (Penyiar dan Pemerhati Bahasa Daerah) 
2. Rara Ayuningsih (Guru Bahasa Daerah)
3. Abdi Mahesa (Aktivis Bahasa Daerah)

Diskusi ini sudah dapat disaksikan di tautan di bawah ini:

Do you still use regional languages in your daily life? Why do you think young people are increasingly reluctant to communicate using local languages? Doesn't language indicate national culture and identity?
 
Gather your ideas and let's discuss them during the BASAIbu-PANYINGKUL Discussion "Wanted, Young People Who Are Proud of Speaking the Local Language!"
 
Together
1. Asis Nojeng (Broadcaster and Regional Language Observer)
2. Rara Ayuningsih (Local Language Teacher)
3. Abdi Mahesa (Local Language Activist)
 
This discussion can be viewed at the link below:

Ritual Gata-gata: Sejarah Seksisme di Tidore, Maluku Utara - Wika Wulandari

The Gata-gata Ritual: History of Sexism in Tidore, North Maluku

Tidore adalah satu dari sekian banyak kota kecil di Indonesia yang pernah atau masih menerapkan seksisme dalam budaya leluhurnya. Tidore tidak akan pernah lepas dari salai jin, boso kene, dan ritual obor di hari ulang tahunnya setiap tanggal 12 April. Kegiatan ini terus menerus dilakukan sebagai simbol menghormati para leluhur dan menjaga anak-cucu ketika harus merantau ke kota seberang.

Adat dan budaya yang diwariskan dari zaman Sultan Nuku hingga saat ini berhasil dijaga keasliannya, meski bila ditelaah lagi ada beberapa budaya atau kebiasaan yang justru menyudutkan peran dan kehadiran wanita. Salah satunya adalah ritual gata-gata, yang semoga saja sudah berhenti dilakukan puluhan tahun lalu.

Tidore is one of the many small cities in Indonesia that has or still applies sexism in its ancestral culture. Tidore will never be separated from the salai jin, boso kene, and the torch ritual on April 12 every year. This activity is continuously carried out as a symbol of respecting the ancestors and looking after the children and grandchildren when they have to migrate to the city across the river.

The authenticity of the customs and culture that was passed down from the time of Sultan Nuku to the present day has been successfully preserved, even though, upon closer inspection, there are several cultures or customs that discredit the role and presence of women in society. One of them is the gata-gata ritual, which some hoped would cease to be practiced decades ago.

Poster Hari Raya Idul Fitri 5 Tahun Terakhir

Posters of Eid al-Fitr in the last 5 years

Umumnya di setiap perayaan keagamaan dan hari-hari penting, Rumata’ kerap memuat postingan perayaan kebahagiaan untuk sesama dan semua ummat. Hal ini bertujuan untuk saling mengingatkan bahwa Indonesia dihuni oleh keberagaman suku dan agama. Dalam rangkaian suasana Hari Raya Idul Fitri ini, kami mengunggah ulang poster-poster ucapan Idul Fitri dalam lima tahun terakhir.

Generally, during all religious celebrations and important days, Rumata' often makes social media posts celebrating happiness for others and all the ummah. This aims to remind each other that Indonesia benefits from ethnic and religious diversity. Given the atmosphere of Eid Al-Fitr, we are re-uploading our Eid celebration posters from the last five years.

5 Lembaga Riset Pilihan

5 Selected Research Institution

Salah satu hal yang selalu diperjuangkan oleh Rumata’ ialah produksi dan distribusi pengetahuan sehingga berbagai inisiatif dan lembaga riset sangat kami promosikan. Di edisi kali ini, kami ingin merekomendasikan beberapa lembaga riset yang menaik untuk diikuti. Redaksi kami ambil dari masing-masing website inisiatif.

One of the things that Rumata' always strives for is the production and distribution of knowledge through various initiatives and alongside many research institutions. In this edition, we would like to recommend several increasing research institutions to be followed.